Cinta Tanpa Ikatan, Kyla dan Tanveer

 

Flashback

Sepuluh tahun lalu, Kyla tidak pernah menyangka bahwa sebuah program chat di ponselnya akan mempertemukannya dengan Tanveer, pria asal Kashmir yang bekerja di Hotel Al Qasr, Saudi Arabia. Saat itu, ia hanya ingin mencari teman berbincang, seseorang yang bisa mengalihkan pikirannya dari masalah di pekerjaannya sebagai pengajar. Ia kerap menghadapi tantangan berat dari ketua yayasan yang sering mempersulit pekerjaannya, belum lagi rekan-rekannya yang berusaha menjatuhkannya dari belakang. Di samping itu, ia juga harus menghadapi kesulitan sebagai seorang single parent yang membesarkan putranya, Khalil, seorang diri.

Tanveer, dengan kebijaksanaannya, selalu memberikan solusi dan dukungan untuknya. Setiap malam, mereka berbincang panjang melalui chat, berbagi cerita tentang hidup dan kesulitan masing-masing. Tanveer pun sering membagikan pengalamannya sebagai seorang manajer hotel yang harus menghadapi berbagai karakter tamu dan tantangan dalam mengelola timnya.


Suatu malam, dalam video call mereka:

Kyla: "Hari ini berat sekali, Tanveer. Ketua yayasan kembali mempersulit pekerjaanku. Rasanya ingin menyerah."

Tanveer: "Kamu tidak boleh menyerah, Kyla. Kamu selalu mengatakan bahwa mengajar adalah passion-mu. Jangan biarkan mereka menghancurkan semangatmu."

Kyla: "Tapi aku lelah... Aku sudah berjuang, tapi mereka tetap ingin menjatuhkanku."

Tanveer: "Orang-orang yang iri akan selalu ada. Yang bisa kamu lakukan adalah tetap teguh pada prinsipmu dan tidak membiarkan mereka menang. Jika kamu butuh seseorang untuk mendengar, aku selalu ada di sini."

Kyla tersenyum. Dukungan Tanveer selalu membuatnya merasa lebih baik. Persahabatan mereka terus berlanjut seiring berjalannya waktu. Tanveer pun sering berbagi tentang hidupnya. Keluarganya di Kashmir sering memintanya untuk menikah, tetapi ia selalu menolak. Ia memiliki tanggung jawab besar untuk menghidupi keluarganya, dan bagi Tanveer, kehadiran Kyla sudah cukup untuk mengisi hari-harinya.

Tanveer juga kerap mengingatkan Kyla untuk menjaga kesehatannya. “Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup,” ucapnya di setiap akhir percakapan. Kedekatan mereka semakin terasa nyata meskipun mereka belum pernah bertemu secara langsung.


Suatu hari, saat Khalil sudah berusia 11 tahun:

Khalil: "Mama lagi video call sama Uncle Tanveer? Aku mau say hi!"

Tanveer: "Ah, Khalil! Kamu sudah besar sekali. Apa kabar, nak?"

Khalil: "Baik, Uncle. Kapan main ke sini? Aku ingin melihat wajah aslimu, bukan hanya di layar."

Tanveer tertawa. "Mungkin suatu hari nanti, Khalil. Jika takdir mengizinkan."

Mereka tertawa bersama, menikmati momen kebersamaan mereka walaupun terpisah ribuan kilometer. Sepuluh tahun berlalu, namun persahabatan ini tetap terjaga. Tak ada kata cinta yang diungkapkan, tetapi kehadiran satu sama lain adalah penghiburan yang cukup bagi mereka.

Kini, Kyla dan Tanveer telah terbiasa dengan peran masing-masing dalam hidup satu sama lain. Mereka menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka adalah sesuatu yang langka, sebuah hubungan yang tidak memerlukan label untuk tetap berarti. Mereka tahu bahwa di ujung dunia yang berbeda, ada seseorang yang selalu siap mendengarkan dan memahami tanpa syarat. Dan itu sudah lebih dari cukup.

Comments

Popular Posts